DIAM
September 29, 2015
Kita diciptakan
oleh Tuhan dengan keadaan hidup, tidak diam. Perlunya berinteraksi dengan orang
lain membuktikan kita tidak bisa hidup sendirian dan tidak bisa hanya berdiam
diri saja. Dalam keadaan diam akan membawa kita pada rasa kesepian,
kesengsaraan, kegelisahan, dan ada rasa yang tidak memuaskan atas apa yang
ingin disampaikan. Secara teori mungkin diam adalah sebuah kata sifat yang
menunjukkan ekspresi secara non verbal. Dalam situasi tertentu diam akan
bermakna tidak memberikan atau memiliki makna tertentu, namun jika pada situasi
pertikaian, adu argument, berkelahi, dan lain – lain, diam bisa diartikan suatu
jawaban ketidak setujuan atau protes tersendiri dari orang tersebut.
Ketika kita
disandarkan pada suatu kasus, contoh seorang kekasih yang tidak pernah
mendengarkan pasangannya. Kepedulian menjadi salah satu alasan yang membuat
seseorang tidak lelah dan tidak bosan untuk mengingatkan kekasihnya, namun ada
kalanya pula kejenuhan akan rutinitas yang tidak dianggap dan merasa terabaikan
akan membuat kita berhenti mengingatkan dan berujung dengan tindakan diam.
Mungkin tindakan diam akan berpengaruh pada kekasih kita, yang merasa ada
perubahan pada diri kita. Lalu mulai menghubungi kita duluan atau berubah
seperti apa yang kita harapkan. Diam juga bisa menjadi salah satu solusi jika
apa yang kita lakukan tidak pernah ditanggapi atau dihargai.
Tapi ada
kalanya juga kita harus memaknai
tindakan diam yang tepat seperti apa. Karena tidak semua masalah dapat
diselesaikan dengan cara diam. Contohnya lagi, permasalahan waktu antara adik
dan kakak. Kesibukan yang berbeda beda membuat keduanya saling terbatasi untuk
melakukan komunikasi. Karena jarangnya berkomunikasi maka timbulah rasa
kecanggungan antar satu sama lain. Dan fatalnya ketika mengalami masalah
perbedaan pendapat, perbedaan kepentingan, membuat keduanya saling memendam
amarah satu sama lain. Bayangkan jika keduanya terus menerus saling diam satu
sama lain? Apakah permasalahan akan selesai?
Diam memang akan
mengajarkan kita menjadi sosok manusia yang elegant, bertindak tanpa bersuara,
dan dapat menghasilkan sesuatu jika dijalankan pada waktu dan situasi yang
tepat. Namun ada kalanya juga bahwa diam
tidak bisa dibiarkan begitu saja. Jika kita ingin menyelesaikan masalah dengan
lapang dada, penuh memahami satu sama lain, dan tidak mengulang kesalahan yang
sama, apakah dapat diperoleh begitu saja dengan diam? Tanpa saling berbicara
dan berkomunikasi? Jawabannya pasti TIDAK.
Kita mungkin
bebas memiliki pemikiran yang berbeda beda, namun kita perlu belajar memahami
seseorang. Hal itu hanya dapat kita peroleh jika kita saling bicara, saling
bertukar pendapat, bertukar pikiran. Semakin banyak dan semakin jauh pembicaraan
tentang pola pikir dan kepribadian seseorang, maka semakin mudah pula kita
memahami kehendak seseorang.
Lantas apa yang
masih membuat kita menjadikan diam suatu tindakan penyelesaian masalah? Malu?
Gengsi? Malas? Atau ada alasan lainnya? Semua itu hanya berpengaruh pada rasa
sementara. Coba kita bayangkan jika hanya mengutamakan gengsi, apa bisa
mengubah rasa amarah dan rasa dendam kita menjadi hilang? Apa bisa
mengembalikan keadaan menjadi seperti awal berkenalan? Semua jawaban yang tepat
ada di dalam hati nurani kalian. Maka jadilah sosok seorang yang diplomatis, yang
mampu mengemukakan pendapat dan berani untuk berbicara, agar dapat dihargai,
dihormati, dan dipahami. Salam komunikasi.(apr)
0 komentar