Bersyukurlah
Juli 02, 2016
Berhenti berpikir bahwa kau adalah manusia
paling sakit dan tak beruntung di bumi ini.
Bukalah mata dan telinga agar kau melihat
dan mendengar, bahwa kau bukan satu satunya yang memiliki masalah dan rasa
sakit atas kesedihan.
Aku pernah merasa bahwa masalah tak pernah hilang dan selalu datang
bertubi - tubi. Hari demi hari tak pernah kudapati rasa yang sedikit saja aku
berharap adanya ketenangan. Mencium masalah saja sudah menjadi rutinitas setiap
hari, belum lagi tak terhitung sudah berapa liter air mata yang tercurah dan
mengalir diatas pipi.
Aku sempat merasa bahwa aku adalah manusia paling tak diharapkan
kehadirannya dimuka bumi ini. Semua orang disekelilingku menganggap aku adalah
manusia yang mudah untuk dimanfaatkan, dilupakan ketika tak memerlukan. Atau
aku adalah manusia paling pemaaf yang dengan mudah orang lain menyakiti dan aku
dengan mudah pula melupakan kesalahan. Aku juga dianggap manusia tak berdaya
dan tak berguna, hampir setiap perkataanku tak didengar, itupun syukur - syukur
mendapatkan kesempatan untuk berbicara.
Pikiran “mungkin lebih baik mati” bukan satu dua kali terlintas dalam
diri. Aku pernah pergi, jauh, tak terhitung dalam setapak kaki. Dan aku baru
merasakan betapa nikmatnya ketika menjadi seseorang yang dicari, betapa bahagianya
menjadi orang yang dirindukan, betapa indah hari - hari tanpa desing kanan dan
kiri, dan betapa beruntungnya aku yang bisa menikmati hari tanpa rasa sedih dan
tangis.
Namun ketika waktu itu kembali berputar, aku kembali menginjak tanah
asal, seperti hanya dipermukaan saja ekspetasi bahagia dan harapan selama ini
ingin pulang. Lama kelamaan waktu mengiingatkan atas rasa kesedihan dan pedih
diwaktu silam. Luka yang kembali terbuka dan pedih yang selalu terasa. Yang
namanya berbicara tentang perasaan memang sulit untuk di gambarkan, tak ada
refleksi yang tepat dalam kata maupun bahasa. Sedih ya sedih, hanya aku seorang
diri yang mengerti.
Apa yang aku bisa lakukan selain berdiam dan bertahan dengan sesak
didada? Menahan, iya menahan rasa. Ntah apa yang dikatakan dalam pikiran sama
atau tidaknya dengan rasa aku tak perduli, kadang
kehidupan tak cukup sama dengan sebuah rasionalitas. Hidup terlalu banyak warna
yang harus kau tebak maknanya dan harus kau siapkan senapan yang tepat untuk
menghadapinya.
Sampai akhirnya rasa lelah itu membawaku ke titik jenuh. Mengurung diri,
hanya untuk merenung. Apa yang selalu menyebabkan rasa sedih dan tidak
beruntung ini selalu dipihakku. Namun ternyata pikiranku terbatas dan aku hanya
bernafas dalam dalam, sambil menutup mata dalam gelap, sambil mengeluarkan
sesak didada menahan tangis.
Seketika kepalaku seperti dibenturkan dengan keras, perasaanku ditusuk
dengan sangat dalam. Aku mendapati
kenyataan dengan keadaan sekitar, mataku terbuka, telingaku mendengar bahwa aku
bukanlah satu - satunya orang yang memiliki masalah, bukan aku satu - satunya
makhluk yang pernah patah dan terbakar seperti arang. Ada kisah manusia lain
ditinggalkan kedua orang tuanya kembali pada pangkuan Ilahi namun Ia tetap
tersenyum, ada yang bergelimpangan harta namun tak selalu bahagia dan masih
harus tetap berusaha, ada yang dihina namun tetap tegar, ada yang brokenhome namun tetap semangat,
semuanya adalah cerita yang lebih sakit dan lebih tersiksa daripada kisah
hidupku. Ada ribuan orang lain diluar sana yang mengeluh sama sepertiku tapi
ada puluh ribuan orang pula yang berdiri tegap menghadapi masalahnya tanpa
mengeluh sepereti aku.
Lantas aku merasa jijik dengan setiap tangisanku selama ini, merasa bodoh
membuang waktu dengan memikirkan masalahku saja. Aku menjadi bersalah karena
menjadi manusia yang tumbuh tanpa rasa syukur, makhluk yang hidup tapi tak
mengambil hikmah dan memikirkan nikmat yang lain. Aku sadar selama ini aku
terlalu lama tidur hingga lupa, lupakan bahwa ketika kesedihan itu datang selalu
beriringan dengan rasa bahagia. Pikiranku yang menganggap kehidupan ini tidak
adil ternyata salah, karena Tuhan terlalu jeli untuk memasukkan kebahagiaan dan
kesedihan secara bersamaan. Namun hanya orang orang yang bersyukur dapat
mengerti apa yang telah tuhan berikan setelah Ia jatuh.
Kedewasaan hadir akibat pengalaman yang besar dan masalah yang silih
berganti, dan membawaku siap untuk berdiri dengan tegap menikmati hidup yang lebih
banyak lika liku rintangan di depan. Walaupun aku tahu perasaan tidak bisa
diprediksi, setidaknya aku pernah menulis tentang rasa syukur dan tegar dalam
menghadapi masalah. Tulisan ini bukanlah tulisan untuk menggurui orang lain,
ini adalah implementasi atas pikiran dan pengalaman yang panjang dalam
kehidupan. Kadang sayang, kisah yang ditulis Tuhan terlalu indah untuk
dilupakan.
Maka belajarlah dari pengalaman, karena
masalah tidak datang dengan sia-sia. (apr)
0 komentar