Sebuah Penerimaan Atas Kesadaran
Februari 10, 2016
Perlu kau tahu, sangat sulit mengawali cerita tanpa
kejujuran.
Sometimes you should go out from your comfort zone, membuat
keputusan yang sangat besar demi pencapaian dan kebahagiaan yang lebih besar,
more and big happiness. Aku tahu masih ada rasa yang tak terobati dari cerita
yang lalu. Masih ada traumatis yang enggan mencoba kembali jatuh untuk kesekian
kali. Masih belum siap untuk membuka cerita baru yang tidak menutup kemungkinan
akan membuat cerita yang hampir sama dan sakit yang sama. Tapi aku juga tahu,
tidak selamanya aku akan terus membenarkan rasa takutku. Tidak sepantasnya aku
selalu berada dalam keadaan aman, tak berbuat sedikit perubahan dalam cerita
hidupku. Dan kehadiranmu menyadarkanku akan hal itu.
Masih sulit untuk melangkah, aku memulai dengan meraba. Aku
hanya merasakan biasa, namun kau berusaha untuk membuat rasa yang luar biasa.
Terdengar jahat ketika berbulan bulan kau memberi rasa manis, aku membalas
dengan hambar, tanpa rasa. Namun ternyata, sakitmu yang menyadarkanku. Mengikis
naluriku untuk kembali melihat dengan tidak tega, dan membuat sedikit rasa
walaupun dengan rasa kecut.
Lembar demi lembar terlewati, mungkin sekitar 100 halaman
telah berganti. Kau masih saja sanggup berdiri dengan tegak pada sesuatu yang
tak pasti. Bodohnya aku, meski selama itu aku baru menyadari kau tak hanya
sekedar berdiri, menunggu dengan sepi. Tapi mencoba membuatku kembali jatuh
pada hati yang sedang memantaskan diri.
Ceritaku mungkin akan terlukis sama seperti buku gambar yang
hanya dibuat sebuah sketsa, sepi, suram. Namun sedikit demi sedikit sketsa itu
berubah, hampir hidup dengan sempurna setelah kau mencoba menyocokan warna
dengan indah. Aku masih belum tahu dari mana kau menemukan warna itu, tanpa aku
turut andil didalamnya.
Hampir kehilanganmu membenturkan kepala dan naluriku dengan
hebat. Mengecam perasaan dan kepala yang tak henti berpikir hilang kemana. Pernah
aku katakan sebelumnya, “Sometihing lose, but I don’t know why” . Dan aku mulai
sadar, kehadiranmu memang jauh membuat hidupku lebih bermakna. Aku tak bisa
memalingkan gelinya hatiku mengingat semua ocehanmu, saranmu, gurauanmu, dan
hampir frustasinya kamu.
Caramu, membuat aku berani sedikit merangkak mencicipi
kehidupan yang bahagia. Kau beda. Aku akui itu. Semua ada di pola pikirmu. Dan
lagi-lagi kau menyadarkanku akan sebuah pilihan. Aku berhenti memilih seseorang
yang membuatku nyaman. Karena aku sadar rasa nyaman akan hilang ketika
digerogoti ribuan rasa lainnya yang sesaat, tapi aku akan memilih mencintai
seseorang dari pola pikirnya.
Kau hampir menjadi sosok seorang yang sempurna, membuatku
berkali kali jatuh hati pada setiap kebahagiaan yang kau ukir.
Dan harus kau tau spesialnya dirimu, ketika kau berusaha tanpa pamrih. Terimakasih telah membuat hari hari lebih bahagia, terima kasih tetap berjuang tanpa harap. Aku sepaham dengan sang Aksara tua, yang tak ingin kau cepat cepat hilang. Sebab aku masih belum khatam menghitung debar.
0 komentar